Beberapa minggu lalu, aku menutup akun fesbukku yang selama ini menjadi saksi menjadi tempatku mencurahkan semuanya. Entah itu senang atau sedih. Aku ingin berhenti. Berhenti memandangi dinding fesbukku yang membisu. Lagi pula tak ada gunanya lagi aku masih mengaktifkannya. Tadinya aku berfikiran untuk memberitahukan perasaanku berupa tulisan kepadamu lewat pesan fesbuk. Tapi terlambat. Semua terlambat. Kamu lebih dahulu memblokirku dari pertemananmu. Padahal aku ingin sekali kamu tahu kalau aku masih sangat mencintaimu , walaupun untuk terakhir kali. Dan aku pikir akan lebih baik jika aku menutup akunku. Aku tak ingin lagi hidup dalam dunia maya. Terutama fesbuk. Cukup sakit mengetahui ini semua.
Sekarang tak ada lagi harapan untuk dapat kembali. Harapan itu musnah. Mungkin untukmu, rasa itu telah mati. Aku tau, aku sangat dapat memahami semua itu. Aku. Akulah yang membuat semuanya seperti ini. Aku bodoh. Jika saja aku tak mengulanginya kesalahan yang membuatmu sangat marah , jenuh hingga mati rasa padaku. Semua ini tak akan terjadi. Mungkin saja aku masih dapat merasakan pelukanmu. Kasih sayangmu. Perhatianmu. Semua yang pernah kamu beri untukku. Kini, hanya penyesalan yang mengiringi setiap langkahku. Penyesalan.
Sekarang tak ada lagi harapan untuk dapat kembali. Harapan itu musnah. Mungkin untukmu, rasa itu telah mati. Aku tau, aku sangat dapat memahami semua itu. Aku. Akulah yang membuat semuanya seperti ini. Aku bodoh. Jika saja aku tak mengulanginya kesalahan yang membuatmu sangat marah , jenuh hingga mati rasa padaku. Semua ini tak akan terjadi. Mungkin saja aku masih dapat merasakan pelukanmu. Kasih sayangmu. Perhatianmu. Semua yang pernah kamu beri untukku. Kini, hanya penyesalan yang mengiringi setiap langkahku. Penyesalan.